Buddha merupakan salah satu agama dengan penganut terbesar di Korea Selatan. Sehingga, makanan kuil telah berkembang di masyarakat lokal untuk mengikuti ajaran Buddha, sebagaimana yang diwariskan oleh para biarawan selama 1.700 tahun lalu, sejak agama Buddha menyebar di Korea Selatan.
Kuil di Korea memiliki aturan terkait makanan. Salah satu utamanya yaitu tidak menyisakan makanan apapun dan hanya mengambil jumlah yang tepat untuk tubuh dan pikiran. Hal tersebut dilakukan untuk mengingat upaya dan pengabdian orang yang telah bekerja dalam membuat makanan.
Makanan kuil Korea tidak menggunakan daging apa pun. Juga, tidak terlalu pedas dan tidak menggunakan ohsinchae yang sangat harum (5 bahan dilarang untuk makanan dalam agama Buddha). Oleh karena itu, makanan kuil mengandung cukup protein berkualitas tinggi yang bersumber dari kacang-kacangan, asam lemak tak jenuh dari berbagai minyak sayur, vitamin, mineral, dan serat dari berbagai sayuran.
Dengan Korea yang memiliki empat musim, maka kuil merekomendasikan makanan musiman. Hal tersebut karena nutrisi yang dibutuhkan berbeda-beda menurut setiap musim dan komponen bahan makanan dan manfaatnya berbeda tergantung kapan makanan tersebut dikonsumsi.
Maka, masakan kuil dengan masakan musiman memiliki banyak makanan yang diawetkan dan makanan yang difermentasi terus berkembang karena kebutuhan untuk mempersiapkan hari-hari musim dingin yang panjang.
Jika kamu berkesempatan mengunjungi Korea, tidak ada salahnya untuk berkunjung ke ‘Pusat Pengalaman Budaya Makanan Kuil Korea’ yang berlokasi di Seoul (56, Ujeongguk-ro, Jongno-gu, Seoul 03145)
Berbagai makanan kuil Korea dapat ditemukan di tempat ini dan juga memiliki program di mana pengunjung dapat menikmati makanan yang sehat dan lezat.