[Movie Review] Roaring Currents

by

roaring currents

“Bagaimana bisa seseorang memimpin 12 kapal untuk mengalahkan 330 armada musuh dan berdiri menang di akhirnya? Semua berawal dari satu pertanyaan tersebut,” kata Kim Han Min, sutradara film ‘Roaring Currents’.

Film ‘Roaring Currents’ berkisah tentang pertempuran bersejarah Myeongnyang di pantai barat daya semenanjung Korea. Dipimpin oleh Admiral Yi Sun Shin, Dinasti Joseon melawan Jepang dalam pertempuran Myeongnyang selama perang Imjin pada tahun 1597. Beberapa sejarahwan berpendapat jika Dinasti Joseon kalah dalam pertempuran Myeongnyang tersebut, besar kemungkinan negara Korea tidak akan ada. Hal ini menjadikan Admiral Yi menjadi penyelamat negara Korea.

Bicara soal film bernuansa perang, mungkin banyak yang menyangka bahwa film ini akan terasa ‘berat’. Kami pun sempat berpikiran seperti itu, apalagi film ini berdasarkan sejarah sehingga kami pun menyempatkan waktu untuk membaca timeline perang di Korea dan informasi terkait Admiral Yi. Dalam penayangan premier yang digelar Jive Entertainment pada 20 Agustus lalu, semua asumsi itu terpatahkan. Film ini menyajikan kisah perang dalam sejarah dengan bahasa dan visualisasi yang mudah dicerna oleh penonton.
[youtube=http://www.youtube.com/watch?v=8qOkr-3mrHc]
Film ini dibuka dengan latar belakang Admiral Yi, yang sempat ditahan karena dianggap melawan perintah raja. Namun karena situasi darurat dimana Jepang ingin menguasai dinasti Joseon, Admiral Yi kembali ditugaskan untuk memimpin angkatan laut. Akibat perang-perang sebelumnya, hanya tersisa 12 kapal di angkatan laut tersebut. Bagaimana mungkin pergi berperang hanya dengan 12 kapal laut ?
Dalam masa menjelang perang melawan angkatan laut Jepang, penonton pun disuguhkan kisah tentang mata-mata Korea yang bertugas mengantarkan pesan kepada mata-mata mereka di pihak Jepang. Mungkin terlihat sebagai sekedar kisah pelengkap, namun nyatanya tokoh tersebut akan memainkan peran yang cukup penting dalam perang Myeongnyang. Ketika perang berlangsung, film ini tak hanya menyajikan adegan baku hantam, lempar panah atau tembakan meriam. Mulai dari jenderal yang memimpin di atas kapal hingga awak kapal yang bertugas mengayuh dayung di bagian bawah kapal, kisahnya terpapar detail dan terjalin rapi menggambarkan beragam emosi yang terjadi ketika perang berlangsung.
Strategi perang Admiral Yi sukses mengalahkan 330 armada Jepang meskipun ia hanya memiliki 12 kapal laut. Meski awalnya penuh dengan keraguan, tim angkatan laut Admiral Yi berhasil mempertahankan Korea Selatan dengan taktik yang disusun oleh Admiral Yi. Film ini pun  menunjukkan sisi lain Admiral Yi. Tak hanya memperlihatkan sisi tegas dan jiwa pemimpinnya, film ini juga memotret sisi kesepian, ketidakpastian dan juga rasa takut. Beragam ekspresi inilah yang membuat Admiral Yi terasa sangat ‘dekat’ dengan penonton. Penonton bisa melihat bahwa rasa takut menjadi poin utama dalam kisah ini.
Film ini dibuat dengan proses yang panjang. Selain mengkasting pemain yang tepat, tentunya riset mendalam perlu dilakukan untuk bisa menampilkan kejadian dalam sejarah ini secara realistis. Peran Admiral Yi dilakoni dengan baik oleh aktor veteran Choi Min Sik, yang terkenal dengan film Old Boy dan Lucy. Sedangkan peran Jenderal Kurushima dari angkatan laut Jepang diperankan oleh Ryu Seung Ryong, yang sebelumnya membintangi film ‘The Target’.
Dalam rangka menciptakan kembali pertempuran 12 kapal Joseon mengalahkan 330 kapal Jepang dalam delapan jam secara realistis, sutradara Kin Han Min melakukan penelitian sejarah yang luas selama beberapa tahun, menghasilkan delapan kapal yang dibangun dengan menggunakan bahan-bahan otentik. Sementara banyak adegan yang secara berurutan direkam di laut, beberapa adegan dan tembakan berbahaya lainnya difilmkan di darat. Untuk adegan di darat, sebuah gimbal besar khusus diciptakan untuk mensimulasikan kapal berukuran 30m di pusaran air yang berbahaya. Panel layar hijau raksasa juga digunakan, mencakup semua bidang kapal, sehingga unsur-unsur CG dapat diintegrasikan secara halus ke dalam gambar. Selain itu, riset juga dilakukan terhadap pakaian perang yang dikenakan oleh tentara Korea Selatan dan Jepang. Tim produksi pun melakukan penelitian ke museum sejarah di Korea dan Jepang untuk bisa mendapatkan data yang akurat.
[youtube=http://www.youtube.com/watch?v=a_yrioqDFoU]
Penayangan perdana di Korea Selatan pada 30 Juli lalu menuai respon yang bagus dari penonton. Rekor demi rekor terpecahkan, hingga kini ‘Roaring Currents’ menjadi film Korea pertama yang meraih 16 juta penonton per 24 Agustus. Jakarta menjadi negara Asia pertama yang menayangkan ‘Roaring Currents’, selain Korea Selatan. Film ini akan diputar di jaringan blitmegaplex mulai 27 Agustus mendatang. Tak hanya karena cerita dan kekuatan adegan yang membuat film ini layak menjadi film pilihan kalian selanjutnya, namun juga karena film ini juga memberikan pandangan yang baru akan ‘perjuangan’.
Ada dialog menarik yang dilontarkan oleh awak kapal ketika perang berakhir dengan kemenangan mereka yaitu “Apakah sejarah akan mencatat perjuangan kita?”. Hal ini menyentuh kami, membuat kami mengingat kembali perjuangan yang dilakukan pendahulu kita untuk meraih kemerdekaan. Tentunya banyak keringat, darah dan air mata yang tercurah dalam perjuangan mempertahankan keutuhan sebuah negara. Mungkin tak semua nama yang berjuang, terekam dalam sejarah. Film ini pun seolah mengingatkan kita untuk berterima kasih atas perjuangan yang dilakukan pendahulu kita dan membalasnya dengan melanjutkan perjuangan tersebut dengan cara yang sesuai dengan jaman kita sekarang.
 
 
special thanks to Jive Entertainment for the premiere screening invitation!

written by koreanindo.net team

please take out with full credits

Loading…

3 thoughts on “[Movie Review] Roaring Currents

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *